SOLVABILITAS (LEVERAGE)
I.
RASIO SOLVABILITAS (LEVERAGE)
Solvabilitas
suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
financialnya baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila sekiranya
perusahaan dilikuidasi. Apakah kekayaan suatu perusahaan cukup untuk memenuhi
utang/kewajibannya?
Rasio
solvabilitas juga digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan
dibiayai dengan utang. Artinya berapa besar kewajiban yang ditanggung
perusahaan dibandingkan dengan aktivanya.
Suatu
perusahaan yang solvable berarti bahwa perusahaan tersebut mempunyai aktiva
atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutanghutang nya begitu pula
sebaliknya perusahaan yang tidak mempunyai kekayaan yang cukup untuk membayar
hutang-hutangnya disebut perusahaan yang insolvable.
II.
HUBUNGAN
SOLVABILITAS DENGAN LIKUIDITAS
Suatu perusahaan yang solvable belum
tentu likuid dan sebaliknya sebuah perusahaan yang insolvable belum tentu
likuid. Dalam hubungan antara likuiditas dan solvabilitas ada 4 kemungkinan
yang dapat dialami oleh perusahaan, yaitu:
1.
Likuid & Solvable
adalah perusahaan yang mampu memenuhi
kewajiban keuangannya baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2.
Likuid tetapi Insolvable
adalah perusahaan yang mampu memenuhi
kewajiban keuangan jangka pendek tetapi tidak dapat memenuhi kewajiban
jangka panjang.
Perusahaan yang likuid tetapi insolvable tidak berarti dalam
keadaan kesulitan di masalah finansial, tetapi perusahaan masih dapat bekerja
dengan baik, dan sementara itu masih memiliki kesempatan atau waktu untuk
memperbaiki solvabilitasnya. Tetapi apabila usahanya tidak berhasil, maka pada
akhir perusahaan tersebut akan menghadapai kesulitan finansial juga.
3.
Solvable tetapi Ilikuid
adalah perusahaan yang tidak dapat
memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek tetapi dapat memenuhi kewajiban
jangka panjang.
4.
Insolvable & Ilikuid
adalah perusahaan yang tidak dapat
memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
III.
MANFAAT RASIO SOLVABILITAS (LEVERAGE)
Berikut ini beberapa manfaat mengetahui
dan menganalisis rasio solvabilitas di suatu perusahaan:
1. Untuk menganalisi kemampuan posisi
perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya.
2. untuk menganalisis kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban yang bersifat tetap.
3. untuk menganalisis keseimbangan antara
aktiva tetap dengan modal.
4. untuk menganalisis seberapa besar
aktiva perusahaan dibiayai oleh utang.
5. untuk menganalisis seberapa besar utang
perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
6. untuk menganalisis atau mengukur berapa
bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka
panjang.
7. untuk menganalisis berapa dana pinjaman
yang segera akan ditagih ada terdapat sekian kalinya modal sendiri.
IV.
MENGETAHUI TINGKAT SOLVABILITAS
Bagaimana cara mengetahui tingkat
solvabilitas suatu perusahaan? Solvabilitas suatu perusahaan dapat ditentukan
dari neracanya. Tetapi neraca manakah yang akan di gunakan atau dianalisis?
Apakah neraca likuidasi atau neraca yang menggambarkan nilai yang sebenarnya
dari perusahaan yang dalam keadaan usaha atau operasi?
Menghitung solvabilitas dapat juga
didasarkan pada neraca likuidasi. Dalam menentukan solvabilitas kebanyakan
didasarkan kepada nilai penjualan atau nilai likuidasi dari aktiva. Dengan
demikian masalah solvabilitas dapat didasarkan pada sudut pandang likuidasi.
V.
JENIS RASIO SOLVABILITAS
Macam-macam rasio keuangan berkaitan dengan rasio solvabilitas yang
biasa digunakan adalah:
1.
Total
Asets to Total Debt Ratio/ Debt Ratio
Rasio ini merupakan perbandingan antara total hutang dengan
total aktiva. Sehingga rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi
oleh aktiva. Menurut Sawir (2008:13) debt ratio merupakan rasio yang
memperlihatkan proposi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang
dimiliki. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh
utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan
aktiva.
Apabila
debt ratio semakin tinggi, sementara proporsi total aktiva tidak berubah maka
hutang yang dimiliki perusahaan semakin besar. Total hutang semakin besar
berarti rasio financial atau rasio kegagalan perusahaan untuk mengembalikan
pinjaman semakin tinggi.
Dan sebaliknya apabila debt ratio semakin kecil maka hutang
yang dimiliki perusahaan juga akan semakin kecil dan ini berarti risiko
financial perusahaan mengembalikan pinjaman juga semakin kecil.
Total Asets to Total Debt Ratio/ Debt Ratio dihitung dengan
rumus:
Ilustrasi 1:
Hitunglah
Solvabilitas dari neraca tersebut dengan menggunakan debt ratio:
Jawab:
Total utang = utang lancar + utang jangka panjang
= 800 + 1.200
= 2.000
Total aktiva = aktiva lancar + aktiva tetap+ aktiva lainnya
= 1.640+2.400 + 160
= 4.200
= 2.000 / 4.200
= Rp. 47,6
= 48 %
Rasio ini menunjukan bahwa 48%
pendanaan perusahaan dibiayai dengan hutang. Artinya, bahwa setiap Rp 100
pendanaan perusahaan Rp 48 dibiayai dengan hutang, Rp 52 disediakan oleh
pemegang saham. Kondisi tersebut juga menunjukan perusahaan dibiayai hampir
sepenuhnya dari hutang.
Semakin tinggi rasio ini maka pendanaan
dengan utang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk
memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu
menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Sebaliknya semakin
rendah rasio ini maka semakin kecil perusahaan dibiayai dari utang.
Jika perusahaan ingin
menambah hutang, maka perusahaan perlu menambah dahulu ekuitasnya, jadi ketika
perusahaan dilikuidasi masih mampu menutupi hutangnya.
2.
Debt to Equity Ratio (Rasio Hutang Terhadap Modal)
Rasio hutang modal
menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-hutang
kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur hingga sejauh mana
perusahaan dibiayai dari hutang. Rasio ini juga mengukur seberapa bagus
struktur permodalan perusahaan. Struktur permodalan merupakan pendanaan
permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal
pemegang saham (Wahyono, 2002:12).
Struktur modal adalah pembelanjaan
permanen dimana mencerminkan perimbangan antar hutang jangka panjang dan modal
sendiri. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari perusahaan itu sendiri
(cadangan, laba) atau berasal dari mengambil bagian, peserta, atau pemilik
(modal saham, modal peserta dan lain-lain) (Riyanto, 2008:22).
Jadi dapat disimpulkan
bahwa debt to equity ratio merupakan perbandingan antara total hutang (hutang
lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang ada.
Debt To Equity Ratio (Rasio
hutang modal) dihitung dengan rumus:
Ilustrasi 2:
Hitunglah
Solvabilitas dari neraca tersebut dengan menggunakan debt to equity ratio:
Jawab:
Total utang = utang lancar + utang jangka panjang
= 800 + 1.200
= 2.000
Total ekuitas = modal disetor + cadangan laba
= 1.600 + 600
= 2.200
DtER = 2.000 / Rp.
2.200
=
90,9
=
91 %
Rasio ini menunjukan bahwa kreditor
menyediakan Rp 91 untuk setiap Rp 100 yang disediakan oleh pemegang saham, atau
perusahaan dibiayai oleh utang sebanyak 91%.
Bagi kreditor semakin
besar rasio ini maka akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar
resiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan.
Sebaliknya, semakin rendah rasio ini maka semakin tinggi tingkat pendanaan yang
disediakan pemilik dan semakin besar batas pengamanan bagi kreditor jika terjadi kerugian atau penyusutan
terhadap nilai aktiva. Rasio ini juga menunjukan kelayakan dan resiko keuangan
perusahaan.
3.
Long Term Debt to Equity Ratio
Long
Term Debt to Equity Ratio, merupakan rasio antara hutang jangka panjang dengan
modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah
modal sendiri yang dijadikan jaminan hutang jangka panjang dengan cara
membandingkan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri.
Nominal
utang jangka panjang ini mampu memberikan dampak yang besar pada net
profit margin dan juga current ratio perusahaan.
Nilai rasio yang tinggi bisa terjadi karena jumlah utang jangka panjang yang
besar. Keputusan untuk mempunyai utang jangka panjang bisa dikarenakan untuk
meningkatkan ekspansi bisnis atau produktivitas perusahaan.
Meskipun
demikian, mempunyai utang artinya perusahaan harus siap dalam menganggun bunga
atas utang dan juga menanggung angsuran hutang di setiap bulannya. Jika terjadi
kredit macet, maka aset perusahaan bisa menjadi barang sitaan
Long
Term Debt to Equity Ratio
dihitung dengan rumus:
Ilustrasi 3:
Hitunglah
Solvabilitas dari neraca tersebut dengan menggunakan long term debt to equity
ratio:
Jawab:
Utang jangka panjang =
utang bank + utang obligasi
=
900 + 300
=
1.200
Total ekuitas = modal disetor +
cadangan laba
= 1.600 + 600
= 2.200
LTDtER =
1.200 / 2.200
= 0,54
= 54 %
Rasio ini menunjukan bahwa hutang
jangka panjang menyediakan 54 % dari modal sendiri (ekuitas) milik perusahaan.
Artinya 54 % pendanaan perusahaan
dibiayai dari hutang jangka panjang dan 46 % dari modal milik perusahaan.
Bagi kreditor semakin
besar rasio ini maka akan semakin tidak menguntungkan karena Semakin tinggi
rasio ini maka semakin tinggi juga hutang jangka panjang yang dimiliki
perusahaan. Para kreditor beranggapan bahwa dikhawatirkan perusahaan tidak
mampu menutupi utang-utang jangka panjang dengan aktiva yang dimilikinya. Rasio
ini juga menunjukan kelayakan dan resiko keuangan perusahaan.
4. Times Interest-Earned Ratio
merupakan rasio
yang mengevaluasi kemampuan perusahaan untuk melunasi beban bunga di masa
depan. Rasio ini membandingkan antara laba (keuntungan) sebelum pembayaran
pajak dan bunga atas biaya bunga. Semakin tinggi nilai rasio jenis ini,
kemampuan perusahaan agar dapat membayar bunga dari utang pun semakin besar.
Namun,
sebaliknya, bila nilai rasio times interest-earned ratio ini
semakin rendah, kemampuan perusahaan dalam membayar utang-utangnya pun kian
rendah. Faktor ini dapat menjadi tolak ukur bagi pihak kreditur sebelum
memberikan pinjaman tambahan.
Time
interest-earned Ratio dihitung dengan rumus:
Ilustrasi 4:
Hitunglah
Solvabilitas dari laporan rugi laba tersebut dengan menggunakan Times Interest-Earned Ratio:
Jawab:
EBIT (laba sebelum pajak &
bunga) = Pendapatan bersih
operasi + pendapatan
lainnya
=
1.330 + 470
=
1.800
Biaya bunga =
bunga bank + bunga obligasi
=
140 + 40
=
180
TIER = 1.800 / 180
= 10 kali
Time
Interest Earning tahun 2005 adalah 10 kali atau dengan kata lain biaya
bunga dapat ditutup 10 kali atau biaya bunga dapat ditutup dari laba sebelum
bunga dan pajak (EBIT)
5.
Fixed Charage Coverage
Rasio ini
sering juga disebut dengan Lingkup Biaya Tetap, yaitu rasio yang menyerupai
Times Interest Earned. Hanya saja, rasio ini dilakukan apabila perusahaan
memperoleh utang jangka panjang atau menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa (lease
contract). Biaya tetap merupakan biaya bunga ditambah kewajiban sewa tahunan
atau jangka panjang.
Rasio yang tinggi menunjukkan perusahaan memiliki keuangan yang
aman untuk membayar bunga dan sewa. Mereka memiliki uang yang memadai karena
laba yang saat ini dihasilkan bisa menutupi pembayaran tersebut. Mereka tidak
harus mencairkan kas dan setara kas
atau mengajukan utang baru untuk membayarnya.
Rumus
untuk menghitung Fixed Charage Coverage adalah sebagai berikut:
Ilustrasi 5:
EBT = 1.620
Biaya
bunga = 180
Biaya
sewa = 40
FCC =1620+180+40/180+40
=
8 kali
Artinya
perusahaan memiliki pendapatan 8 kali diatas pembayaran bunga dan sewa. Meski
lebih tinggi, jika rata-rata Fixed Charage Coverage selama tahun-tahun
sebelumnya sebesar 9 kali, maka nilai ini kurang baik karena masih dibawah
rata-rata industri dan tentu saja hal ini akan menyulitkan perusahaan untuk
memperoleh pinjaman.
Prof. Dr.
Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, 1995, UGM Jogjakarta
Kasmir SE.
M.M: Pengantar Manajemen Keuangan 2013
https://www.sahamgain.com/2021/06/analisis-rasio-keuangan-rumus-fixed
http://izmawat.blogspot.com/2014/05/rasio-solvabilitas-rasio-profitabilitas
https://www.bee.id/blog/pengertian-rasio-solvabilitas-jenis-rumus-dan-manfaatnya/
0 comments:
Posting Komentar