PENGEMBANGAN PEGAWAI
SDM atau
pegawai merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain
seperti modal, teknologi dan uang, sebab manusia itu sendiri yang mengendalikan
yang lain.
SDM tidak terlepas dari kegiatan atau proses manajemen lainnya
seperti strategi perencanaan pengembangan manajemen dan pengembangan
organisasi. Keterkaitan antara aspek manajemen itu sangat erat sekali sehingga
sulit bagi kita untuk menghindari dari pembicaraan secara terpisah satu dengan
lainnya.
Faktor SDM
sangat menentukan efektivitas organisasi karena organisasi diciptakanoleh
manusia, yang melaksanakan manusia, dikendalikan oleh manusia serta yang
memanfaatkannya juga manusia. Karena itu manusia merupakan faktor penting yang mempengaruhi
berjalan atau tidaknya suatu organisasi dan menentukan tingkat efektivitas
suatu organisasi. Karena sifatnya sebagai sumber yang paling penting, sangat
logis apabila dalam rangka peningkatan efisiensi kerja, perhatian utama
ditujukan pula kepada faktor sumber daya manusia. Akan tetapi sorotan perhatian
tidak boleh hanya ditujukan kepada pemanfaatannya secara maksimal, tetapi juga
pengembangannya, perlakuannya dan estafet penggantiannya.
NKRI mengakui
bahwa SDM merupakan faktor yang paling dominan yang mempengaruhi setiap aspek
pembangunan sebagaimana dlam UUD No. 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian pada alinea ke empat yang menggariskan bahwa: “Kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional terutama
tergantung dari kesempurnaan aparatur negara dan kesempurnaan aparatur negara
pada pokoknya tergantung dari kesempurnaan pegawai negeri”. Hal tersebut
mengandung makna penting yaitu bahwa aparatur negara merupakan titik sentral
dan faktor kunci yang menentukan keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan
pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional dan kedua bahwa kelancaran
penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional sangat
ditentukan oleh kualitas sumber daya aparaturnya.
Sedarmayanti
(2009:27)mengartikan SDM sebagai tenaga kerja atau pegawai di dalam suatu
organisasi yang mempunyai peran penting dalam mencapai keberhasilan. Sedangkan
Hasibuan (2003:3) mengartikan SDM sebagai “Semua manusia yang terlibat di dalam
suatu organisasi dalam mengupayakan terwujudnya tujuan organisasi tersebut.
Keterlibatan bisa berarti penerima manfaat. Keterlibatan juga bisa berarti
pemasok input dan pelaksana kegiatan.”
Berbicara
masalah SDM, menurut Sedamaryanti (2009:26) dapat dilihat dua aspek yaitu
“Aspek kuantitas yang menyangkut jumlah SDM, dan aspek kualitas yang menyangkut
kemampuan, baik kemampuan fisik maupun kemampuan non fisik yang menyangkut
kemampuan bekerja, berpikir, dan keterampilan lain.” Robbins (1996:82)
mengartikan kemampuan sebagai: “Kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.” Selanjutnya dijelaskan bahwa
kemampuan-kemampuan keseluruhan dari seorang individu pada hakekatnya tersusun
dari dua perangkat faktor yaitu: kemampuan intelktual dan kemampuan fisik.
Kemampuan
intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan atau mengerjakan
kegiatan mental. Ada tujuh dimensi yang paling sering dikutip yang menyusun
kemampuan intelektual yaitu:
1. Kemahiran
berhitung
2. Pemahaman
verbal
3. Kecepatan
perseptual
4. Penalaran
Induktif
5. Penalaran
deduktif
6. Visualisasi
ruang
7. Ingatan
(memori)
Sedangkan
kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas
yang menuntut stamina, kecekatan tangan, kekuatan tungkai, dan keterampilan
serupa (Robbins, 1996:82-84).
Selanjutnya
sebagai upaya meningkatkan kualitas Sumber daya aparatur, menurut Sedamaryanti
(2009:48) dapat dilakukan melalui proses pendidikan, latihan dan pengembangan.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Sedarmayanti (2009:32-38) pendidikan dengan
berbagai programnya mempunyai peranan penting dalam proses memperoleh dan
meningkatkan kualitas kemampuan profesional individu. Melalui pendidikan,
seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap kerja; megenal dan
mengembangkan metode berpikir secara sistematis agar dapat memecahkan masalah
yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian hari. Latihan bertujuan tidak
hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga untuk
mengembangkan bakat. Oleh karena itu, latihan diperuntukan bagi aparatur yang
akan segera diberi tugas mengerjakan pekerjaan yang telah ada dalam lembaga.
Sedangkan pengembangan diperlukan untuk mempersiapkan aparatur mengerjakan
pekerjaan dimasa yang akan datang.
Bedasarkan
uraian tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan peningkatan SDM tiada lain untuk
meningkatkan kinerja SDM secara optimal, yang pada akhirnya akan membantu
meningkatkan produktivitas kerja yang diperlukan. Makna produktivitas adalah
keinginan dan upaya manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan
penghidupan disegala bidang (Sedamaryanti, 2009:56). Selanjutnya SDM yang
efektif serta produktif menurut Dale Timpe (Husein, 2000:12) mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Cerdas adn
dapat belajar dengan relatif cepat
2. Kompeten
secara profesional
3. Kreatif dan
inofatif
4. Memahamai
pekerjaan
5. Balajar
dengan “cerdik”, menggunakan logika, efisien, tidak mudah macet dalam pekerjaan
6. Selalu
mencari-cari perbaikan-perbaikan, tetapi tahu kapan harus berhenti
7. Dianggap
bernilai oleh atasannya
8. Memiliki
catatan prestasi yang baik
9. Selalu
meningkatkan diri
Sedangkan
menurut Erich dan Gilmore (Sedamaryanti, 2009:119) bahwa ciri-ciri individu
yang produktif adalah:
1. Tidakannya
konstruktif
2. Percaya pada
diri sendiri
3. Bertanggung
jawab
4. Memiliki
rasa cinta terhadap pekerjaan
5. Mempunyai
pandanagan ke depan
6. Mampu
mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
berubah-ubah
7. Mempunyai
kontribusi positif terhadap lingkungannya(kreatif, inofatif dan imaginatif)
8. Memiliki
kekuatan untuk mewujudkan potensinya.
Pengembangan
SDM merupakan aktivitas organisasi yang sangat penting untuk dilakukan.
Pentingnya aktivitas pangembangan SDM dalam suatu organisasi adalah untuk
memelihara dan emningkatkan kompetensi pegawai guna mencapai efektivitas
organisasi. Pada prinsipnya tujuan yang ingin dicapai dai raktivitas
pengembangan SDM adalah tersedianya pegawai yang kompeten dan profesional di
bidangnya yang dapat menunjang strategi organisasi. Untuk mengarahkan kemampuan
dan kompetensi SDM dalam suatu organisasi diperlukan strategi pengelolaan SDM
agar pengembangan yang akan atau yang sedang dilakukan sesuai dengan kerangka
kerja dan kebutuhan organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Membangun SDM
dalam hal ini aparatur yang efektif dan berkualitas agar dapat menjadi modal
intlektual organisasi dapat dilakukan memalui penciptaan suatu proses
pembelajaran (learning). Di dalam suatu organisasi, pembelajaran yang perlu
dikembangkan adalah membiasakan setiap anggota organisasi berpikir secara
sistematik, tidak berpikir secara individual ataupun terkotak-kotak. Sebab pada
dasarnya setiap organisasi memiliki tujuan yang sama yaitu mencapai tujuan
organisasi (Etzioni, 1992:7)
Martoyo
(2008:38) menyebutkan ada 8 jenis tujuan pengembangan SDM yaitu:
1.
Produktivitas personil di organisasi
2. Kualitas
produk organisasi
3. Perencanaan
SDM
4. Semangat
personil dan iklim organisasi
5. Meningkatkan
kompensasi secara tidak langsung
6. Kependudukan
dan catatan sipil dan keselamatan kerja
7. Pencegahan
merosotnya kemampuan personil
8. Pertumbuhan
kemampuan personil
Menurut Briyant
dan White (1982:15), pengembangan SDM mengandung empat aspek yang meliputi:
1. Capacity
Dalam setiap
upaya pengembangan haruslah memberikan penekanan pada kapasitas, yaitu upaya
peningkatan kemampuan beserta energi yang diperlukan.
2. Equity
Setelah itu
penekanan diberikan pada aspek pemerataan (equity) dalam rangka menghindari
perpecahan di dalam penduduk yang dapat menghancurkan kapasitasnya.
3. Empowerment
Selain itu
harus diperhatikan aspek pemberian kekuasaan dan wewenang (Empowerment) yang
lebih besar kepada penduduk, dengan maksud agar hasil pembangunan dapat
benar-benar bermanfaat bagi penduduk, kaena aspirasi dan partisipasi penduduk
terhadap pembangunan dapat meningkat. Disamping itu, wewenang dapat
dipergunakan untuk memberikan koreksi terhadap keputusan yang diambil tentang
alokasi dumber daya.
4.
Sustainability
Terakhir adalah
aspek keberlanjutan (Sustainability) atau keberlangsungan yang harus
diperhatikan mengingat keterbatasan sumber daya yang ada.
Kemudian
Schuler dan Youngblood (1996:16) mengungkapkan bahwa pengembangan DM pada suatu
organisasi akan mencakup berbagai faktor seperti: “Pendidikan dan pelatihan,
Perencanaan dan manajemen karir peningkatan kualitas dan produktivitas kerja,
serta peningkatan kompetensi dan keamanan kerja.”
Schuler &
Youngblood (1996:16) mengungkapkan bahwa pengembangan SDM pada suatu organisasi
akan mencakup berbagai faktor seperti:
1. Pendidikan
dan pelatihan
2. Perencanaan
dan manajemen karir
3. Peningkatan
kualitas dan produktivitas kerja
4. Peningkatan
kompetensi dan kemanana kerja
Sedangkan
Stewart (1997:15) mengatakan bahwa modal intelektual merupakan kekayaan baru
organisasi, karena modal intelektual adalah materi intelektual yang berupa
pengetahuan, informasi, hak pemilikan intelektual, pengalaman yang dapat
digunakan untuk menciptakan bagi organsiasi.
Dalam ruang
lingkup MSDM yang dikemukakan oleh Wahyudi, pelatihan dan Pengembangan
merupakan subfungsi dari pengembangan SDM, subfungsi yang lainnya adalah
pengembangan karir. Dengan demikian jelaslah bahwa pelatihan diperlukan untuk
menjamin aspek kemampuan kerja seseorang tenaga kerja untuk menunjukan prestasi
kerja yang diharapkan.
Menurut
pandangan Yuniarsih (2008:133) mengenai elemen atau bentuk aktivitas di dalam
proses pengembangan SDM dalam suatu organisasi mengatakan bahwa pengembangan
pegawai dapat diwujudkan melalui karir serta pendidikan dan pelatihan.
Pelatihan
menurut Cascio dalam Wahyudi )2002:124) adalah sebagai proses yang memungkinkan
seseorang memperoleh keahlian atau pengetahuan yang diperlukan untuk memenuhi
peryaratan jabatan.
Dari berbagai
pandangan dari para ahli dapat dikemukakan eleman atau bentuk aktivitas proses
pengembangan SDM adlah harta yang paling penting bagi suatu organisasi. Oleh
karena itu SDM harus mendapatkan perhatian yang serius agar sasaran organisasi
dapat dicapai sesuai denganharapan. Salah satu sarana yang digunakan oleh pihak
manajemen dalam rangka melaksanakan investasi dan perhatian terhadap SDM di
dalam organisasi adalah dengan melakukan pengembangan terhadap SDM melalui
proses pembelajaran, pendidikan, pengembangan dan pelatihan.
Pengembangan
pegawai mempunyai cakupan makna yang luas. Namun secara umum pengembangan
pegawai dapat didefinisikan sebagai suatu proses merekayasa perilaku kerja
pegawai sedemikian rupa sehingga dapat menunjukan kinerja yang optimal dalam
pekerjaannya. Dengan demikian, kata kunci dari pengembangan pegawai adalah “rekayasa
perilaku”. Rekayasa perilaku mengundang makna tersirat bahwa perilaku
sesungguhnya dapat dubah dan diperbaiki. Namun dalam hal ini harus dicatat,
bahwa perekayasa perilaku ini harus dilaksanakan secara sadar, baik oleh
oerganisasi maupun oleh pegawai yang bersangkutan. Dilaksanakan secara sadar
mengandung makna bahwa proses pengembangan pegawai harus melalui proses
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang sistematik demi mencapai
tujuan-tujuan pengembangan itu sendiri.
Namun demikian
dalam pengembangan pegawai sering kali terjadi kesalahpahaman. Kesalahpahaman
tersebut antara lain:
1. Pengembangan
pegawai dianggap hanya dapat dilakukan melalui jalur pendidikan danlatihan
(diklat).
Hal ini tentu
tidak benar yang benar adalah bahwa pengembangan pegawai dapat dilakukan baik
melalui jalur diklat maupun jalur non diklat. Jalur non diklat misalnya dapat
berbentuk promosi jabatan, pemberian bonus daninsentif teguran, hukuman, dll.
Jalur diklat misalnya berbentuk kegiatan workshop, seminar, lokakarya, dll.
2. Pengembangan
pegawai harus menunjukan hasil yang segera dapat dilihat atau damati
(dinikmati).
Pada batas
tertentu, pengembangan pegawai memang bisa menghasilkan sesuatu yang nyata
dalam waktu yang segera. Misalnya, sebelum dilatih pegawai sering membuat
kesalahan kerja. Setela dilatih tingkat kesalahan kerja berkurang . ini adalah
sesuatu yang wajar terjadi. Tetapi, kurang realistis jika kita mengharapkan
bahwa dengan pendidikan dan pelatihan tersebut kualitas pelayanan langsung
meningkat secara signifikan korupsi langsung bisa dihapus, laba organisasi akan
meningkat segera setelah pendidikan dan pelatihan selesai. Semua tentu harus
melalui proses. Kadang proses tersebut memerlukan waktu yang lama dan kadang
waktu singkat. Tergantung dari kmana arah dan apa diklat tersebut dilakukan.
3. Pengembangan
pegawai dianggap sebagai pengeluaran dan pemborosan.
Pengembanganpegawai
adalah investasi, yang cepat atau lambat akan menghasilkan buah. Juka
pendidikan dianggap pemborosan, maka tidak ada perlunya kita sekolah/kuliah.
Jika diklat dianggap pemborosan maka tidak perlu organisasi mendidik dan
melatih pegawai.
0 comments:
Posting Komentar