PATOK DUGA
REKAYASA ULANG PROSES BISNIS
MANAJEMEN & PERBAIKAN PROSES
KUALITAS SEBAGAI DAYA SAING
KUALITAS
MANAJEMEN MUTU TERPADU / TQM
MANAJEMEN MUTU TERPADU / TOTAL QUALITY MANAJEMEN (TQM)
I. PENGERTIAN
Manajemen Mutu Terpadu atau disebut juga Total Quality Management (TQM) dapat didefinisikan dari tiga kata yang dimilikinya yaitu: Total (keseluruhan), Quality (kualitas, derajat/tingkat keunggulan barang atau jasa), Management (tindakan, seni, cara menghendel, pengendalian, pengarahan). Dari ketiga kata yang dimilikinya, definisi TQM adalah: “sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan kegiatan yang diupayakan benar sekali (right first time), melalui perbaikan berkesinambungan (continous improvement) dan memotivasi karyawan “ (Kid Sadgrove, 1995). Begitu banyak para ahli menjelaskan definisi dari TQM ini diantaranya:
Menurut Gaspersz (2001:4), “TQM didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus-menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia.”
Menurut Purnama (2006:51), “TQM adalah sistem terstruktur dengan serangkaian alat, teknik, dan filosofi yang didisain untuk menciptakan budaya perusahaan yang memiliki fokus terhadap konsumen, melibatkan partisipasi aktif pekerja, dan perbaikan kualitas terus-menerus dengan tujuan agar sesuai dengan harapan konsumen.” Hitt, Ireland dan Hoskisson (2001:223) mengatakan “TQM adalah inovasi manajerial yang menekankan komitmen total organisasi kepada pelanggan dan untuk terus-menerus melakukan perbaikan setiap proses melalui penggunaan pendekatan pemecahan masalah, digerakkan oleh data, didasarkan pada pemberdayaan kelompok- kelompok dan tim-tim karyawan.”
TQM juga dapat diaktakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. TQM menggunakan strategi, data dan komunikasi yang efektif untuk meng-integrasikan kedisplinan kualitas ke dalam budaya dan kegiatan-kegiatan perusahaan. Singkatnya, TQM adalah pendekatan manajemen untuk mencapai keberhasilan jangka panjang melalui Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction). Dalam TQM, semua anggota organisasi atau karyawan perusahaan harus berpartisipasi aktif dalam melakukan peningkatan proses, produk, layanan serta budaya dimana mereka bekerja sehingga menghasilkan kualitas terbaik dalam Produk dan Layanan yang pada akhirnya dapat mencapai tujuan kepuasan pelanggan.
II. SEJARAH TQM
Asal-usul Total Quality Management atau TQM bermula dari pendekatan W. Edwards Deming terhadap manajemen. Pendekatan ini diperkenalkan ke dalam industri Jepang di tahun 1950 dengan banyak keberhasilan. Implementasi TQM di Barat selama tahun 1980-an tidak pernah cukup efektif. Abad ke-21 menawarkan berbagai tantangan baru tapi daya tarik TQM tetap kuat. Variasi pada metodologi TQM adalah perbaikan/peningkatan berkelanjutan (Continuous Improvement), Manajemen Just-I-Time dan pendekatan Kanban.
Semua metodologi ini terfokus pada penyediaan kualitas barang dan jasa. Semua pelanggan terfokus, dan produksi dioptimalkan melalui kerja tim, kepemimpinan dan pengukuran statistik.
Fokus utama Total Quality Management dan pendekatan terkait berada/terfokus pada pelanggan. Pelanggan adalah alasan untuk sebuah bisnis tetap ada, dan dengan mengarahkan setiap operasi bisnis terhadap hasil pelanggan dalam hal produk yang berkualitas dan tingkat cacat yang rendah.
TQM bermula di AS selama PD II, ketika ahli statistik AS W.Edward Deming menolong para insinyur dan teknisi untuk menggunakan teori statistik untuk memperbaiki kualitas produksi. Setelah perang, teorinya banyak diremehkan oleh perusahaan Amerika.
Kemudian Deming pergi ke Jepang, dimana dia mengajarkan pemimpin bisnis top pada Statistical Quality Control, mengajarkan mereka dapat membangun negaranya jika mengikuti nasehatnya. TQM muncul sebagai respon pada kesulitan membaurkan pendekatan kualitas teknis dengan tenaga kerja yang berkembang pesat tak terlatih atau semi terlatih saat dan setelah PD 2. Meskipun banyak dari ide tersebut berawal di AS namun sebagian besar perusahaan Jepanglah yang mengimplementasikannya dan memperbaikinya dari 1950an.
Seperti halnya pendekatan kualitas teknis, TQM juga menekankan pada pentingnya input namun mengembangkannya dari kompetensi teknis ke juga termasuk pentingnya motivasi orang dan kemampuannya untuk bekerja dalam tim dalam rangka memecahkan persoalan.
Sebagai tambahan TQM berfokus pada pentingnya proses bisnis yang baik terutama satu pola yang mengurangi hambatan dari batasan internal— dan mengerti kebutuhan detail pelanggan sehingga kebutuhan mereka dapat sepenuhnya tercapai.
Keperluan-keperluan ini sejauh ini mencapai tahap dimana TQM menjadi pemikiran terbaik sebagai filosofi manajemen umum daripada pendekatan tertentu untuk kualitas. Dalil TQM telah digunakan oleh European Foundation for Quality Management (EFQM) yang dimodelkan pada penghargaan Malcolm Baldrige Quality Award (MBQA) dari AS dan pendahulunya Deming Prize di Jepang.
Evolusi gerakan total quality management (TQM) dimulai dari masa studi waktu dan gerak oleh bapak manajemen ilmiah Frederick Taylor pada tahun 1920, dengan mengangkat aspek yang paling fundamental dari manajemen ilmiah, yaitu adanya pemisahan antara perencanaan dan pelaksanaan.
Landasan TQM adalah statistical process control (SPC) yang merupakan model manajemen manufactur, yang pertama-tama diperkenalkan oleh Edward Deming dan Joseph Juran sesudah PD II guna membantu bangsa Jepang membangun kembali infrastruktur negaranya. Ajaran Deming dan Juran itu berkembang terus hingga kemudian dinamakan TQM oleh US Navy pada tahun 1985. Kita ketahui bahwa TQM terus mengalami evolusi, menjadi semakin matang dan mengalami diversifikasi untuk aplikasi di bidang manufactur, industri jasa, kesehatan, dan dewasa ini juga di bidang pendidikan.
Oleh karena itu mengikuti ajaran Deming, Juran dan Philip Crosby dalam mengimplementasikan TQM memang perlu, tetapi belumlah cukup. Sebab TQM terus mengalami evolusi, maka untuk menghayati state-of-the-art TQM perlu diketahui juga kontribusi bidang manajemen dan organizational effectiveness dalam membangun TQM sebagai dimensi yang lain. Kontribusi bidang tersebut merupakan satu dimensi tersendiri yang dapat disebut sebagai akar TQM, antara lain terdiri dari group dynamics, organization development (OD), sosiotechnical system dan lain-lain. TQM yang dikenal sekarang ini banyak berbeda tekniknya dengan apa yang dikembangkan di Jepang pada tahun 1950-an dan yang pertama-tama dikembangkan di Amerika pada tahun 1980-an. Penerapan TQM di berbagaii bidang membutuhkan kerangka sendiri dalam manajemen kualitas.
Sebenarnya kualitas telah dikenal sejak empat ribu tahun yang lalu, ketika bangsa Mesir Kuno mengukur dimensi batu-batu yang digunakan untuk membangun piramida. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan revolusi industri, fungsi kualitas kemudian berkembang melalui beberapa tahap sebagai berikut:
1. Inspeksi (Inspection)
Konsep mutu modern dimulai pada tahun 1920-an. Kelompok mutu yang utama adalah bagian inspeksi/peninjauan. Selama produksi, para inspector mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi. Namun, bagian inspeksi tidak independen karena biasanya mereka melapor ke pabrik. Hal ini pada akhirnya menyebabkan perbedaan kepentingan. Jadi, seandainya inspeksi menolak hasil satu alur produksi yang tidak sesuai, maka bagian pabrik akan berusaha meloloskannya tanpa mempedulikan mutu dari produksi tersebut. Pada masa ini ada beberapa orang ahli di bidang statistic yang namanya cukup mencuat di permukaan, yaitu antara lain Walter A. Sewhart (1924) yang menemukan konsep statistic untuk pengendalian variable-variabel produk, seperti panjang, lebar, berat, tinggi, dan sebagainya. Sedang H.F.Dadge dan H.G. Romig (akhir 1920) merupakan pelopor dalam pengambilan sampel untuk menguji penerimaan produk (acceptance sampling).
2. Pengendalian Mutu (Quality Control)
Pada tahun 1924-an, kelompok inspeksi kemudian berkembang
menjadi bagian pengendalian mutu. Adanya Perang Dunia II mengharuskan produk
militer yang bebas cacat, sehingga mutu produk militer dijadikan sebagai salah
satu faktor yang menentukan kemenangan dalam peperangan. Tentu saja hal ini
harus dapat diantisipasi melalui pengendalian yang dilakuan selama proses
produksi, menyebabkan tanggug jawab megenai mutu dialihkan ke bagian quality
control yang independen. Bagian ini kemudian memiliki otonomi penuh dan
terpisah dari bagian pabrik. Selain itu, para pemeriksa mutu juga dibekali
dengan perangkat statistika seperti diagram kendali dan penarikan sampel.
Pada tahap ini dikenal seorang tokoh yaitu Feigenbaum (1983) yang merupakan
pelopor Total Quality Control pada tahun 1960. Kemudian pada tahun 1970
Feegenbaum kembali memperkenalkan konsep baru, yaitu Total Quality Control
Organizationwide, disusul pada tahun 1983 Feigenbaum mengenalkan konsep baru
lainnya, yaitu konsep Total Quality System.
3. Pemastian Mutu (Quality Assurance)
Terkait dengan rekomendasi yang dihasilkan dari teknik-teknik statistis sering kali tidak dapat dilayani oleh struktur pengambilan keputusan yang ada, pengendalian mutu (quality control) kemudian berkembang menjadi pemastian mutu (quality assurance). Bagian pemastian mutu ini bertugas untuk memastikan proses dan mutu produk melalui pelaksanaan audit operasi, pelatihan, analisis kinerja teknis, dan petunjuk operasi demi peningkatan mutu. Pemastian mutu bekerja sama-sama dengan bagian-bagian lain yang bertanggung jawab penuh terhadap mutu kinerja masing-masing bagian.
4. Manajemen Mutu (Quality Management)
Pemastian mutu bekerja berdasarkan status quo (keadaan sebagaimana adanya), sehingga upaya yang dilakukan hanyalah memastikan pelaksanaan pengendalian mutu, tapi sangat sedikit pengaruh untuk meningkatkannya. Karena itu, untuk mengantisipasi persaingan, aspek mutu perlu selalu dievaluasi dan direncanakan perbaikannya melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen mutu.
5. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)
Dalam perkembangan manajemen mutu, ternyata bukan hanya fungsi produksi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap mutu. Dalam hal ini, tanggung jawab terhadap mutu tidak cukup hanya dibebankan kepada suatu bagian tertentu, tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh individu di perusahaan. Pola inilah yang kemudian disebut Total Quality Management.
III. PERBEDAAN PENDEKATAN MANAJEMEN TQM DAN MANAJEMEN TRADISIONAL
Pendekatan TQM (Sekarang) |
Pendekatan Manajemen Tradisional (dulu) |
1. TQM Menekan terhadap pelanggan dibandingkan elemen yang lain dalam perusahaan.
2. Tujuan usaha-usaha dalam TQM adalah untuk memuaskan pelanggan tanpa memandang pelanggan internal dan ekternal
3. TQM memandang bahwa mutu diciptakan bersifat multi dimensional. Mutu itu didefinisikan dengan berbagai cara. Mutu adalah apa yang dikatakan kastemer. Walaupun pelanggan itu berbeda satu sama lain adalah salah menganggap bahwa setiap pelanggan akan mewakili semua pelanggan lebih jauh persepsi mutu berubah dengan sifat produk dan jasa; Untuk memecahkan masalah ini mutu perlu di rasakan dengan berbagai dimensi. Menurut Garfin (1994) ada 8 dimensi pelanggan yang berorientasi muicirikan otu yaitu: kinerja, cirri has, realibilitas, kesesuaian barang, jangka waktu, jasa astetika, dan mutu kualitas, Dalam TQM waktu ekonomi efesien dan menggunakan skop yang luas, cepat merespon keinginan pelanggan.
4. Bertujuan menggunaakan industry sebagai sumber yang dapat menciptakan nilai dalam pasar. Hal ini dapat dicapai dengan memproduksi kuantitas yang dibutuhkan oleh pelanggan dengan penyaluran yang tepat ketika mereka mengingankan barang itu dengan cepat. Dalam TQM mutu, fleksibilitas dan jsa adalah tujuan dominan pada tempat yang sama, biaya, efisiensi teknik, sebahagian produktifitas.
5. Menciptakan hubungnan tujuan langsung antara pelanggan, TQM menekankan pada flesibilitas keterampilan multi yang dapat pindah dengan mudah dari pekerjaan satu keperkejaan lain ketikan kebutuhan itu muncul dan memahami pekerjaan.
6. TQM adalah sebuah pendekatan yang berorientasi proses, pendekatan ini berkosentrasi terhadap perbaikan proses mutu yang ada secara terus menerus Sedangkan berfokus hasil dari pendekatan oreientasi tersebut berfkokus pada untuk memperbaiki efisiensi dan produktifitas.
7. TQM menciptakan sebuah budaya jaringan antar fungsi, dengan demikian team dari disiplin yang berbeda dapat bersama-sama mencari solusi untuk setiap permasalahan
8. TQM lebih menuju suatu struktur organisasi yang rata dimana atasan didorong sejauh mungkin untuk mendorong para pegawai untuk ikut berpatisipasi.
9. TQM berpindah mandangan dari majemen ke ekologi sosial dan menekakan keuntungan dari strategi kolektif pada situasi diamana organisasi menghadapi sekumpulan permaasalahan sediperti kopetisi dan bertahan di pangsa pasar |
1. Pelanggan selalu benar; walaupun pendekatan manajemen mengganggap pelanggan itu selalu benar tetapi tidak mungkin dilihat didalam tindakan.
2. Tujuan umum adalah pertumbuhan seperti pertumbuhan dalam penjualan, dalam lebih jauh keuntungan dalam pemasukan investasi
3. Tradidisional manajemen mengabaikan dimensi pelanggan yang berorientasi mutu. Tradisional manajemen berfokus pada mutu sebagai satu dimensi , dan Dimensi isesuaikan degan spesifikasinya ekonomi
4. Skala ekonomi dilihat sebagai tujuan yang yang diinginkan dan di karakterisasikan lamanya produksi, menggunakan biaya yang rendah sulit mencapai efisiensi yang maksimal.
5. Volume produk yang tinggi sangat diinginkan biaya produk dan biaya diskoveri didasarkan pada pendekatan -pendekatan yang tadi. Industri memperhatikan produksi menggunakan biaya sedikit mungkin
6. Dalam tradisional manajemen pekerja harus bekerja, manejer harus memenej, tanggung jawab mutu didelegasikan pada departemen control mutu. Keterlibatan pegawai itu hanya sebagai basa basi saja.
7. Dicirikan kuatnya divisi pekerja.
8. Menggunakan inovasi teknik untuk mencapai sebuah daya saing yang kecil.
9. Mengajukan organisasi yang bersuifat hirarki dan struktur vertical.
10. Memberikan banyak lapisan-lapisan penguat
|
IV. KONSEP TQM
TQM merupakan suatu penerapan metode kuantitatif dan sumber daya manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan baku maupun pelayanan bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada tingkat tertentu di mana kebutuhan pelanggan terpenuhi sekarang dan di masa mendatang. TQM lebih merupakan sikap dan perilaku berdasarkan kepuasan atas pekerjaannya dan kerja tim atau kelompoknya. TQM menghendaki komitmen dari manajemen sebagai pemimpin organisasi di mana komitmen ini harus disebarluaskan pada seluruh karyawan dan dalam semua level atau departemen dalam organisasi. TQM bukan merupakan program atau sistem, tapi merupakan budaya yang harus dibangun, dipertahankan, dan ditingkatkan oleh seluruh anggota organisasi atau perusahaan bila organisasi atau perusahaan tersebut berorientasi pada mutu dan menjadikan mutu sebagai way of life. Pada dasarnya, konsep TQM mengandung tiga unsur menurut Bounds et al, yaitu:
1. Strategi nilai pelanggan
Nilai pelanggan adalah manfaat yangdapat diperoleh pelanggan atas penggunaan barang/jasa yang dihasilkan perusahaan dan pengorbanan pelanggan untuk memperolehnya. Strategi ini merupakan perencanaan bisnis untuk memberikan nilai bagi pelanggan termasuk karakteristik produk, penyampaian dan sebagainya.
2. Sistem Organisasional
Sistem organisasional berfokus pada penyediaan nilai bagi pelanggan. Sistem ini mencakup tenaga kerja, material, mesin/teknologi proses dan pembuatan keputusan
3. Perbaikan Kualtias Berkelanjutan
Perbaikan kualitas diperlukan untuk menghadapi lingkungan eksternal yangselalu berubah, terutama perubahan selera pelanggan. Konsep ini menuntut komitmen dari perusahaan untuk melakukanpengujian kualitas produk secara terus menerus.
V. UNSUR UTAMA TQM
Perbedaan TQM dengan pendekatan-pendekatan lain dalam menjalankan usaha adalah komponen bagaimana. Komponen ini memiliki 10 unsur utama TQM yang menurut Geotsch & Davis, 194, pp. 14-18) yaitu:
1. Fokus pada pelanggan
Dalam TQM pelanggan merupakan pihak yang menentukan apakah kualitas produk maupun jasa yang dihasilkan perusahaan tersebut memenuhi kebutuhan atau tingkatan kualitas yang diinginkannya. Baik pelanggan internal maupun eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan lingkunga yang berhubungan dengan produk atau jasa. Apapun yang dilakukan oleh sebuah organisasi/perusahaan seperti pelatihan karyawan, perbaikan proses, penggunaan mesin canggih ataupun adopsi teknologi terbaru yang pada akhirnya pelangganlah yang menentukan apakah upaya-upaya yang dilakukan tersebut bermanfaat atau tidak
2. Obsesi Terhadap Kualitas
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal & eksternal menentukan kualitas. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan mereka. Hal ini berarti semua karyawan pada setiap level berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya bedasarkan perspektif “bagaimana kita dapat melakukannya dengan lkebih baik”.
3. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
4. Komitmen Jangka Panjang
TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5. Kerja Sama Tim
Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional, seringkali diciptakan persaingan antar departemen yang ada dalam organisasi tersebut agar daya saingannya terdongkrak . Akan tetapi persaingan internal tersebut cenderung hanya menggunakan dan menghabiskan energi yang seharusnya dipusatkan pada upaya perbaikan kualitas, yang pada gilirannya untuk meningkatkan daya saing eksternal. Sementara itu dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina, baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Setiap produk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu didalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu system yang ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkan dapat meningkat.
7. Pendidikan & Pelatihan
Dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan. Mereka beranggapan bahwa perusahaan bukanlah sekolah, yang diperlukan adalah tenaga terampil siap pakai. Jadi, perusahaan-perusahaan seperti itu hanya akan memberikan pelatihan sekadarnya kepada para karyawannya. Kondisi seperti itu menyebabkan perusahaan yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit bersaing dengan perusahaan lainnya, apalagi dalam era persaingan global.
Sedangkan dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
8. Kebebsan yang Terkendali
Dalam TQM keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan ‘rasa memiliki’ dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu unsure ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak.
Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik. Pengendalian itu sendiri dilakukan terhadap metode-metode pelaksanaan setiap proses tertentu. Dalam hal ini karyawan yang melakukan standarisasi proses dan mereka pula yang berusaha mencari cara untuk meyakinkan setiap orang agar bersedia mengikuti prosedur standar tersebut.
9. Kesatuan Tujuan
Supaya TQM dapat diterapkan dengan baik maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/kesepakatan antara pihak manajeme dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa 2 manfaat utama. Pertama, hal ini akan meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang lebih baik, atau perbaikan yang lebih efektif Karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, keterlibatan karyawan juga meningkatkan ‘rasa memiliki’ dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya.
Pemberdayaan bukan sekadar berarti melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh-sungguhb berarti. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun pekerjaan yang memungkinkan para karyawan untuk mengambil keputusan mengenai perbaikan proses pekerjaannya dengan parameter yang ditetapkan dengan jelas.
VI. PRISNSIP TQM
Tujuan TQM ialah untuk memberikan produk atau jasa berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasar konsumen berkelanjutan (sustainable satisfaction) yang pada gilirannya akan menimbulkan pembelian berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan produktivitas produsen mencapai skala ekonomis dengan akibat penurunan biaya produksi. Oleh karena TQM merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia, maka diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Menurut Hensler dan Brunell 1993, pp 165-166) ada empat prisnip utama TQM yaitu:
1. Kepuasan Pelanggan
Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Srimindarti mengemukakan dalam tulisannya bahwa, Kunci persaingan dalam pasar global adalah kualitas total yang mancakup penekanan-penekanan pada kualitas produk, kualitas biaya atau harga, kualitas pelayanan, kualitas penyerahan tepat waktu, kualitas estetika dan bentuk-bentuk kualitas lain yang terus berkembang guna memberikan kepuasan terus menerus kepada pelanggan agar tercipta pelanggan yang loyal (Hansen dan Mowen, 1999). Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipenuhi dalam segala aspek, termasuk di dalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan
2. Respek Terhadap Setiap Orang
Dalam perusahaan yang menerapkan TQM, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3. Manajemen Berdasarkan Fakta
Prinsip ini menekankan bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan di semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Konsep kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistic dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4. Perbaikan Berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep ini terdiri dari langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.