NEW BUSINESS MODEL
1.
Model Ekonomi
Adam
Smith menerbitkan buku monumental The Wealth of Nation (Negara Kesejahteraan).
Penerbitan buku itu memberikan inspirasi bahwa negara harus memberikan
kesejahtaraan kepada rakyatnya dengan cara mengakumulasikan SDA atau modalnya.
Jadi mesin kesejahteraan sejak tiga abad yang lalu adalah kekayaan SDA dan
modal. Bahkan di Eropa dan AS dari abad ke-19 hingga abad ke-20 masih mengikuti
teori ini. Hingga memasuki abad ke-21 teori ini masih diercaya sebagian besar
negara, termasuk Indonesia.
Tetapi
teori ini hasus segera direvisi atau ditinggalkan sama sekali. Sebab sumber kesejahteraan
masa depan tidak lagi terletak pada kekayaan alam atau modal. Ini dibuktikan
dengan adanya kecenderungan negara-negara yang memiliki kekayaan alam melimpah
justru jatuh miskin, dan terjerat utang, contoh paing mutakhir adalah Uruguay,
yang mengundang IMF melakukan bail out atau krisis moneter yang terjadi
di negara tersebut. Sebelumnya kasus yang sama terjadi ada Argentina dan
Indonesia.
Berbekal
SDM melimpah atau modal untuk memasuki dunia bisnis pada abad ke-21, tidak akan
pernah menjadikan suatu negara mampu mensejahterakan rakyatnya. Sebab
globalisasi yang diikuti perdagangan elektronik (e-business),
mengakibatkan harga komoditi (bahan mentah) merosot. Ini disebabkan makin
rendahnya biaya transaksi, yang diakibakan makin mudah dan cepatnya prodes
transaksi menurut perkiraan seorang pakar manajemen, Leser C. Thurow, harga
konoditi telah menurun 60% pada periode 1970-an (harga minyak mentah mislanya,
turun dari US$30-an menjadi US$20-1n) dan akan menurun lagi ada dekade 2020.
Bahkan modal sendiri telah berubah fungsi menjadi komoditi yang diperdagangkan
setiap saat, sehingga siapapun dapat “embelinya” (bukan meminjam seperti
sekarang ini).
Dengn
tren seperti itu negara yang memiliiki kekayaan alam mleimpah dan modal yang
banyak justru akan sedikit menikmati keuntungan (karena komoditi yang mereka
jual harganya menurun) alias kesejahteraan menurun. Jika demikian, menurut
Thurow yang bisa menggantikan posisi SDA dan modal sebagai sumber kesejahteraan
sampai akhir abad ke-21, adalah kemampuan berpikir dan berimajinasi, penemuan
dan pengorganisasian teknologi baru. Inilah model ekonomi yang akan menjadi
komplemen dari model bisnis.
Sebagai
konsekuensinya, setiap negara harus mencari keunggulan komparatif baru, yang
berbasis pada ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan orang berikir
dan berimajinasi serta pada gilirannya menghasilkan penemuan dan pengembangan
teknologi baru. Caranya setiap negara harus mengndentifikasi ulang kemampuan
teknologinya. Kira-kira teknologi di bidang apa yang bisa dijadikan keunggulan
bersaing dengan negara lain. Jadi tidak harus menguasai seluruh pengetahuan dan
keterampilan. Jepang misalnya, telah membuat list mesin kesejaheraan di masa
depan sejak 1990, yang jumlahnya ada tujuh, yaitu: mikroelektronik,
bioteknologi, indusri sains maerial baru, telekomunikasi, industri rancang
bangun pesawat, robot dan peralatan mesin dan komputer (hardware & software).
Demikian ula dengan Singapura yang berkosentrasi pada bisnis keuangan,
pendidikan dan rumah sakit. Sementara Malaysia memilih teknologi informasi
sebagai sumber kesejahteraannya.
Bagi
para pemikir pembangunan, kiranya sekaranglah saatnya mengubah paradigma.
Jangan lagi terpaku pada buaian berkah SDA. Sebaliknya mulai mengidentifikasi
pengetahuan dan keterampilan yang paling mungkin bisa dikembangkan oleh
masyarakatnya. Jka tidak, maka jangan berharap bisa meningkatkan taraf hidup,
sebaliknya bisa jatuh lebih miskin lagi. Sebab, selain harus menerima
harga-harga komoditi yang lebih murah di masa-masa mendatang, juga harus
membayar beban utang luar negeri ( dan juga dalam negeri) sebagai ongkos tidak
mengubah paradigma.
Perlu
diingat negara-negara yang tergolong miskin dewasa ini justru negara-negara
yang memiliki SDA melimpah, seperti Amerika Latin. Negara yang tidak diberkahi
SDA melimah seperti Jepang, Singapura, Taiwan justru penduduknya menikmati
kemakmuran.
Diseconomic
of Scale
Salah
satu teori ekonomi mikro yang memberikan sumbangan cukup besar dalam
mensukseskan model bisnis lama adalah skala ekonomi. Teori ini menjelaskan
bahwa suatu usaha akan mencapai skala ekonomis, yaitu mencapai biaya yang
paling minimal, jika dipenuhi skala produksi (dalam hal ini kuantitas)
tertentu. Usaha pertanian misalnya, untuk mengerjakan sawah seluas sau hektar
tentu lebih ekonomis kalau bisa dikerjakan lima hektar sekaligus. Karena dalam
hal ini ada biaya tetap yang sama yang harus dikeluarkan, baik untuk mengerjakan
sawah satu hektar maupun lima hektar. Teori ini lah y ang menjadi pegangan
bahwa mendirikan usaha harus dicapai skala ekonomis jika ingin mendapatkan
keuntungan. Skala ekonomis itu selanjutnya sering diterjemahkan sebagai
pencapaian kuantitas tertentu (sering banyak dan dupayakan dengan usaha besar).
Namun
di era model bisnis baru, usaha skalakecil ternyata mampu bersaing dengan usaha
skala besar. Untuk mencontohkan beberapa negara yang sudah berhasil menjadikan
usaha kecil dan mengengahnya mampu berbicara di ingkat internasional, dapat
disimak pengalaman Taiwan, Hongkong, dan Tahiland. Taiwan dengan industri skala
rumahnya mamu menjadi produsen elektronik yang andal, yang mampu menjadi
pemasok perusahaan yang lebih besar (dengan tetap dalam posisi sejajar, bukan
sebagai subordinat). Hongkong juga berhasil manjadi negara pengekspor mainan
anak-anak terbesar di dunia, dan produksinya juga dilakukan dengan skala
industri kecil. Sementara Thailand lewat argobisnisnya yang dikerjakan oleh
para peaninya, juga muncul sebagai produsen buah-buahan bermutu internasional.
Jika
dlihat dari kecenderungan yang ada, prospek usaha kecil menengah juga cukup
menjanjikan. Sebagai bukti, lima belas tahun sejak pertengahan tahun 80-an, 80%
- 90% pertumbuhan nilai ekspor Amerika Serikat dikontribusi oleh usaha kecil
dan menengah. Para pakar manajemen menamakan era usaha kecil dan menengah itu
sebagai diseconomic of scale. Istilah yang diambil dari konsep ekonomi mikro,
tetapi seteah melawankannya.
Model
diseconomic of scale tentu saca tidak serta merta merubah ushaha besar menjadi
usaha kecil. Usaha kecil tetap harus mengikuti kaidah-kaidah yang baku untuk
mencapai keuntungan, misalnya organisasi yag rapi, strategi bisnis yang tepat,
hingga cashflow yang sehat. Artinya meski skala usaha kecil namun untuk sukses
secara bisnis , tetap perlu memenuhi economic of scale.
Law
of Increasing Return
Konsep
ini menjadi model bisnis yang amat populer di zamannya. Menurut Alfred Marshall
penggagas konsep ini, yg diebut juga hukum Marshall, Law of diminishing
Return ( peningkatan hasil yang makin menurun) akan terjadi bila skala
produksi sudah sampai titik puncak. Contoh populer yang sangat mudah dipahami
dalah pengerjaan sebidang tanah. Awalnya sebidnag tanah itu dikerjakan dua
orang. Bila tenaga kerja (salah satu faktor produksi) ditambah satu orang lagi,
maka hasil total sebidang tanah itu meningkat. Kemudian tanpa menambah luas
tanah, ditambah lagi tenaga kerja.hasil totalnya tetap akan meningkat, tetapi
nilai peningkatannya lebih kecil dibanding nilai peningkatan nilai peningkatan
ketika ditambah orang ketiga. Inilah yang dimaksud dengan Law of diminishing
Return (hukum peningkatan yangg makin menurun ). Dalam dunia bisnis
ditejemahkan, pada titik tertentu tidak lagi bisa meningkatkan penghasilan
hanya menambah faktor produksi.
Kini
muncul konsep baru sebagai model ekonomi yaitu law of increasing return.
Konsep ini memutar balikan apa yang menjadi dalial Law of diminishing Return.
Jika seperti yang disebutkan penambahan faktor produksi mengakibatkan penurunan
nilai peningkatan, sebaliknya pada law of incerasing return ini
penambahan faktor produksi justru meningkatkan nilai peningkatan.
Yang
berubah dalam konsep ini adalah asumsi dan pengertian faktor produksi. Pada law
of diminishing return selalu dibatasi keterbatasan faktor produksi. Tanah
misalnya, hanya sebatas wilayah negara. Jika semua wilayah sudah digunakan maka
akan terjadi Law of diminishing Return, demikian pula dengan tenaga
kerja, jika semua tenaga kerja dalam suatu wilayah negara sudah digunakan, maka
penambahan luas tanah hanya akan menghasilakan Law of diminishing Return.
Dewasa ini ternyata lahan tidak terbatas pada wilayah negara. Perusahaan
perkebunan apel AS, misalnya bisa memperluas areal perkebunannya ke seantero
jagad. Dibidang industri lebih konkret lagi, sepatu merk Nike tidak hanya
diproduksi di AS, tetapi melintas batas ke seluruh pelosok bumi. Jika pada Law
of diminishing Return faktor produksi “fisik” tenaga kerja, tanah dan modal
merupakankuci menghasilkan keuntungan, kini faktor penentunya adalah faktor
produksi “baru” non fisik, yaitu pengetahuan.
Faktor
produksi pengetahuan intulah yang menjadi bahan bakar bekerjanya mesin Law
of Increasing Return. Konsep ini makin menemukan relevansinya pada industri
yang padat pengetahuan, seperti industri teknologi informasi. Ini memberikan
isyarat bahwa perubahankonsep itu merubah pula cara-cara berbisnis. Jika kita
mengharapkan bekerjanya Law of dincreasing Return maka dianjurkan
memilih bisnis pada industri yang padat pengetahuan.
Karakteristik
industri padat pengetahuan adalah jika ditambah faktor produksi (pengetahuan)
maka akan meningkatkan penghasilan dengan nilai peningkatan yang makin tinggi.
Sebagai contoh bagaimana perusahaan pencipta perangkat lunak, Microsoft, terus
menikmati peningkatan hasil dengan nilai peningkatan yang makin tinggi, setiap
kali perusahaan milik Bill Gates itu menginvestasikan pengetahuan baru untuk
memperbaiki Windows. Memang industri ini perlu mengorbankan investasi yang
sangat besar dari nilai investasi pada penilaian tersebut. Inilah proses kerja Law
of increasing Return.
II.
MODEL INDUSTRI
Di
AS, industri kesehatan bernilai US$1,4 triliun atau 15% dari prosuk domestik
bruto. Bisnis yang sangat besar, tetapi jadi persoalan bagi pebisnis negara
tersebut telah terjadi perubahan perilaku masyarakatnya dalammengurus
kesehatannya. Dulu rumah sakitmenjadi tilang punggung pelayanan kesehatan.
Tetapi sekarang ini hanya sebagian besar rumah sakit harus bergelut dengan
krisis keuangannya,akibat kalah bersaing dengan klinik-klinik kecil yang
menawarkan pelayanan kesehatan baik, lebih canggih dan murah. Sementara itu,
asuransi kesehatan yang diberilkan perusahaan kepada para pekerjanya makin hari
makin dirasa memeberatkan. Sebab preminya digeser ke pekerja. Disisi lain
pemerintah juga mengeluarkan peraturan baru mengenai “wajib” asuransi kesehatan
bagi pekerja yang dikenal sebagai Health Insurance Portability and
Acountability Act, yang intinya memeberikan otonomi kepada pemerintah federal
untuk membuat standar dokumen pasien. Kebijakan ini nampaknya akan membuat
perusahaan asuransi bekrja keras melakukaninovasi bagi produknya. Sebab
peraturan itu mengikuti kecenderungan maysarakat yang makin selektif dan
terencana dalam mengatur kesehatannya. Sama dengan kecenderungan pergi ke
klinik daripada ke rumah sakit.
Dari
hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa telah terjadi perubahan model
industri kesehatan akibat berubahnya perilaku masyarakat dalam mengelola
kesehatannya. Bisnis klinik yang kecil dan dilengkapi sentuhan personal
terhadap pasien telah menjadi model bisnis baru. Yang perlu dicermati perubahan
model industri kesehatan itu juga mengubah model industri asuransi.
Sampai
berakhirnya abad ke-20, negara-negara miskin masih meyakini, bahwa strategi
pertumbuhan (ekonomi) dengan keadilan (trickle down effect) adalah jalan
terbaik yang harus ditempuh. Dan tetap percaya bahwa industrialisasi adalah
motor penggerak laju pertumbuhan tersebut. Apalagi kalau melihat prestasi lima
macan Asia (Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura), yang
gemilang dengan pertumbuhan yang ditopang ekspor barang industri.
Pertanyaannya,
sampai kapan strategi itu tetap dipertahankan? Maka, perlu dianalisis sumber
sukse lima macan Asia tsb. Dan apakah juga menerapakan strategi pertumbuhan
dengankeadilan?
Strategi
pertmbuhan dengankeadilan (growth with poverty) menganjurkan agar
pertumbuhan dipacu lebih dahulu dengan cepat, seraya mengesampingkan perubahan
struktur ekonomi. Setelah itu baru dilakukan distribusi (pemerataan). Strategi
pertumbuhan berkelanjutan melalui keadilan (sustainable growth through
poverty) menganjurkan mengubah lebih dulu struktur ekonomi, kemudian
menjadikan perbaikan (setelah perubahan) itu sebagai dasar pertumbuhan yang
lestari.
Apa
yang sebenarnya yang dimaksud dengan perubahan struktur ekonomi itu? Ada tiga
hal yaitu Pendidikan, institusi dan land reform (penataan tanah). Kelima
macan Asia melakukaninvestasi besar-besaran di bidang pendidikan, sebelum
memulai industrialisasinya. Kemudian perubahan institusi dan penataan tanah
lebihintensif dilakukan negara yang sektor pertaniannya lebih luad, yaitu
Jepang, Korsel dan Taiwan.
Perubahan
Institusi pada prisnipnya memperkuat lembaga-lembaga lokal, bukan justru
menghilangkan, seperti terjadi dikebanyakan negara miskin. Ketiga negara
tersebut sampai sekarang dikenal memiliki administrasi lokal yang kuat dan
organisasi berlapis yang dikelola oleh anggota masyarakat lokal. Mereka juga
memiliki koperasi, kelompok irigasi, asosiasi petani dan organisasi wanita dan
pemuda. Perubahan institusi dipersiapkan negara-negara ini untuk mengambil
langkah yang bertujuan meningkatkan produktivitas dua aset pedesaan yang paling
penting: tanah danmodal. Perhatian dipusatkan pada peningkatan produktivitas
dan pendapatan keluarga petani kecil dengan tekanan pada teknologi padat karya
dan hemat modal.
Dalam
strategi pertumbuhan dengankeadilan, struktur ekonomi dualistik warisan
kolonial tetap dipertahanka. Ini menyebabkan sumber daya lebih dialokasikan
pada pertanian dan perkebunan komesial yang emnggunkana teknologi hemat tenaga
kerja an boros modal. Sektor ini tetap terpisah dengan sektor pertanian rakyat,
yang hanya memenuhi kebutuhan sendiri. Akibatnya, keuntungan ekonomis terpusat
pada sejumlah kecil pemilik tanah dan investor kaya, yang lebih menyukai produk
impor. Konsekuensinya, strategi ini sedikit sekali sumbangannya bagi
pengembangan pasar domestik sebaliknya justru menghancurkannya dengan
membanjirinya dengan produk impor.
Hal
ketiga, penataan tanah, dilakukan secara komprehensif dan radikal yang
menghasilkan sektor pertanian yang sangat kuat, meski terdiri dari pertanian
kecil.
Kombinasi
ketiga perubahan pendidikan, institusi dan penataan tanah itulah yang
menghambat atau mengurangi pengaruh dari monopoli, baik oleh para pelaku lokal
maupun yang datang dari pusat (sepeti yang terjdai pula di Indonesia) yang
terbukti mengganggu laju ekonomi lokal.
Meningkatnya
produktivitas, pendapatan dan industri pedesaan menyebabkan meluasnya sektor
industri ke perkotaan, yang akhirnya menjelma menjadi negara eksportir barang
industri. Yang terakhir inilah yang selalu menjadi pemandangan yang indah bagi
negara-negara miskin tanpa melihat penyebabnya. Ekspor barang industri oleh
lima macan Asia itu sebenarnya layaknya gunung es, badannya adalah kuatnya
ekonomi domestik, yang disebabkan perubahan satruktur ekonomi.
Jadi
bagi negara-negara yang masih mempercayai strategi pertumbuhan dengan keadilan
dengan motor industrialisasi, perlu mengakaji ulang kepercayaannya itu, dan
perlu mempertimbangkan model strategi baru “sustainable growth through
poverty”.
III.
MODEL PERUSAHAAN
Perubahan
memang persoalan yang tak mungkin dihindari. Namun pada masa Socrates hingga
Marx berada pada lingkungan yang terdefinisi dan terukur. Kini para petinggi
bisnis harus menghadapi perubahan dalam kondisi yang kabur batas-batasnya.
Seperti, batas geografi, waktu bahasa, psar, sektor privat maupun publik.
Kondisi erakhir itulah yang dimaksud era baru. Dan dalam kondisi seperti itu,
cara-cara lama memenej perusahaan tidak bisa lagi bekerja, sedangkan cara baru
masih sulit dioperasioalkan.
Menjebatani
eksistensi perubahan yang makin cepat dan tak terukur dengan sulitnya memenej
perubahan tersebut, Ian Somervile managing Partner pada Anderson
Center for Though Leadership dan John Edwin Morz, Presiden The Institute
for East West Studies, menawarkan tujuh kompetensi yang harus dimiliki
organisasi perusahaan yaitu:
1.
Komit pada tujuan perusahaan
Ini
tidak saja berlaku pada top manajemen. Yang paling penting adalah bisa
dilakukan oleh semua tingkatan. Oara petinggi bisnis tentu tak asing dengan
nilai visi dan misi perusahaan. Dewasa ini dua kata tersebut sedang menjadi
tren di dunia manajemen. Bahkan, bgi yang punya biaya tak segan-segan menyewa
konsultan top untuk merumuskan misi dan visi perusahaanya. Tetapi apakah misi
dan visi yang biasanya diberi bingkai dan digantungkan di dinding setiap ruang
kerja itu bisa embawa semua karyawan bekerja aksimal sesuai “kemauan”
perusahaan? Kebanyakn tidak. Oleh karena itu, kompetendi pertama yang harus
dimiliki pemimpin bisnis masa depan adalah bagaimana membuat karyawan komit
terhadap tujuan perusahaan. Jelaslnya, bagaimana mengubah atau mengkompromikan
tujuan masing-masing individu dengan tujuan perusahaan.
2.
Kepemimpinan
Jiwa
kepemimpinan juga tidak hanya untuk tingkat manajemen. Salah besar jika para
petinggi bisnis hanya memikirkan bagaimana menumbuhkan jiwa kepemimpinan
pemimpin unit. Bahkan karyawan front office pun perlu dibekali jiwa
kepemimpinan. Contoh yang dilakukan Starbucks Corp, cafe bertaraf
internasional, dapat menjadi inspirasi. Ketika terjadi antrian panjang di
kasir, tiba-tiba mesin kasir rusak. Untuk mencegah kejengkelan para tamu,
karyawan front office degan cekatan dan penuh tanggung jawab
berinisiatif mengumumkan: sambil menunggu perbaikan mesin, para tamu
dipersilahkan menikmati kopi ekstra dengan gratis.
3.
Tim Pamungkas
Tim
ini dibentuk dari berbagai disiplin ilmu dan kehalian serta berbagai level. Tim
juga bisa bersifat permanen. Rumah Sakit Lee Memorial, di Florida, AS dan
Vincent’s di Melbourne, Australia, misalnya, mencatat penurunan biaya operasi
rumah sakit, setelah memiliki tim multidisipin ini. Dengan tim itu, pasien
dengan kursi roda atau tempat tidur roda, tidak perlu lagi mondar-mandir
menyelesaikan masalah administrasi. Cukup datang ke tim dan sekaligus mendapat
pertolongan pertama.
4.
Partnership
Catatan
di Wall Street membuktikan, meamerger 50% - 50% tidak menyebabkan naiknya harga
saham kecuali 51% - 49%. Kesimpulannya, peningkatan nilai perusahaan disebabkan
kepercayaan, bukan kepemilikan. Oleh karena itu kompetensi yang harus dimiliki
adalah menjalin aliansi dan berikutnya adalah menjalin aliansi “organik” yang
merupakan proses yang terus berlanjut, dengan stakeholder.
5.
Jaringan Pengetahuan
Organisasi
perusahaan masa depan harus aktif mengembangkan pengetahuan, baik melalui riset
maupun pengalaman keahlian yang digali dari para karyawan. Tetapi ini tak ada
gunanya kalau tidak disebarkan kepada seluruh karyawan. Andersen Consulting
misalnya, membangun jaringan pengetahuannya melalui server yang bisa diakses
oleh 30.000 karyawan yang tersebar di seluruh dunia.
6.
Global
Semua
tingkatan dalam organisasi perusahaan harus memiliki kompetensi global.
Artinya, berusaha mencari semua aspek, mulai dari pemasaran hingga ide
keseluruh penuru dunia guna diterapkan di perusahaan. Ini akan menimbulkan
mental global, pemikiran global dan bertindak global, meski perusahan berskala
lokal. Kemampuan memanfaatkan kekuatan global untuk memecahkan masalahokal bisa
dijadikan ukuran kesuksesan perusahaan.
7.
Meniscayakan Perubahan
Sebagian
besar percaya, perubahan menghasilkan kegagalan. Berbiaya tinggi dan terlalu
berisiko. Namun ada juga yang bisa menjadikan perubahanmenghasilkan keuntungan.
Tantangannya adalah menemukan jalan untuk mengertjakan dan membangun kapasitas
organisasi terus-menerus melakukan perubahan.
Mengembangkan
ketujuh kompetensi tersebut tidalah mudah, juga tidak cukup sebagai instrumen new
business model. Karena perubahan makin cepat, dan makin banyak perubahan
yang tak dapat diramalkan. Yang terpenting dari meguasai ketujuh kompetensi
tersebut adalah organisasi kita tidak surut dan selalu mengikuti perubahan,
yang mungkin tidak dilakukan orang lain.
IV.
MODEL MANAJEMEN
Menurut
Drucker (Managing in A Time of Great Change, 1995) telah terjadi
perubahan dalam arah pertumbuhan sebuah perusahaan. Perubahan tersebut adalah
perusahaan tumbuh melewati dua jalur yaitu, tumbuh dari bawah dan akuisisi,
tetap memasuki abad ke-20 pertumbuhan perusahaan akan melewati jalur aliansi.
Pertumbuhan
dari bawah, meski idak mustahil sama sekali, teapi model ini akan lebih banya dihindari.
Sebab, selain membutuhkan modal yang besar dan waktu yang lama juga risiko
kegagalannya inggi, apalagi sejak muculnya kasus dotcom dan corporate raider
model Enron dan World com. Kedua peristiwa itu telah mempersulit emitmen apalgi
perusahaan baru mengenerate dana dari psar mdal. Sebab Investor telah
kehilangan kepercayaan, bahwa dana yang elah diperoleh dari pasar modal
digunakan untuk meningkatkan nilai perusahaan, melainkan hanya untuk
meningkatkan harga saha yang mayoritas dimiliki oleh para eksekutif dan
pendiri. Sementara perbankan, tidak lagi terkonsentrasi untuk membiayai
investasi, melainkan lebih terfokus pada jasa keuangan. Ini disebabkan
berubahnya core business perbankan sejak dekade 1980-an, dimana padar
modal tampil menawarkan dana dengan biaya yang lebih murah dan prosedur yang
lebih mudah. Sehingga membuat perbankan kalah bersaing dalam bisnis penyediaan
dana ini.
Sementara
itu, perumbuhan malalui akuisisi sering terbentur pada masalah sulitnya
mensinergikan sumber-sumber daya di perusahaan yang digabungkan. Kalau pun pada
akhirnya akuisisi berhasil melebur identitas masing-masing perusahaan, tetapi
ini membutuhkan waktu yang cukup lama.
Aliansi
dengan berbagai model kerjasamanya, makin menampakan titik-titik kekuatannya.
Ini ditopang oleh model manajemen baru yang lebih menonjolkan peran atasan
sebagai mentor daripada mandor dan ketersediaan teknologi informasi dan
komunikasi sehingga model organisasi berlapis dan penuh kontrol yang menjadi
andalan pertumbuhan perusahaan yang dibangun dari bawah maupun akuisisi, makin
ditinggalkan. Posisi manajemen di masa mendatang tidak lagi sebagai pengendali
maupun terkendali, melainkan mengadaptsi hal-hal yang diatawarkan oleh rekan
aliansinya.
Berbagai
model manajemen yang memfasilitasi aliansi bisnis yang kini sedang digandrungi
para petinggi bisnis diantaranya, model yang mengadaptasi sistem kehidupan
manusia dan serangga seperti:
1.
Outsourching
2.
Co-sourching
3.
Multilevel Marketing
4.
Franchising (waralaba)
V.
MODEL PEMASARAN
Sudah
banyak model pemasaran yang diciptakan oleh para ahli, sperti 4P ciptaan
Philips Kotler, dan empat kuadrannya Boston Consulting Group. Tetapi semua
model tersebut diciptakan untuk digunakan perusahaan-perusahaan tradisional.
Bagaimana model pemasaran baru harus disusun dengan memasukan pengaruh tren
bisnis masa depan terutama internet?
Periset
handal Leslie P Willccks, profesor manajemen informasi pada Universitas Marwick
melakukan suatu riset terhadap 58 perusahaan besar di tiga benua yang bergerak
di berbagai bidang industri. Periset itu menyimpulkan, ada jalur yang jelas
yang telah dilewati oleh ke-58 perusahaan tersebut termasuk perusahaan lain
kalau ingin perusahaannya tetap berkelanjutan. Yang pertama pemanfaatan
internet Sebagai unsur dalam model pemasaran internet merupakan proses evolusi.
Yang kedua, melibatkan perencanaan dan keluwesn dalam mengahdapi perkembangan
teknologi dan pasar. Untuk menjelaskan bagaimana evolusi pemanfaatan teknologi
internet tersebut dalam menyusun model pemasaran, periset tersebut menciptakan
skema B2C e-Strategy Grid atau Jaring e-Strategy Business to
Consumer. Skema model ini terdiri dari empat kuadran yakni: kuadran
tekknologi, kuadran merek (brand), kuadran pelayanan (Service),
dan kuadran pasar (market).
Perkebangan
teknologi internet merupakan sebagian dari keunggulan bersaing dalam penyusunan
model pemsaran. UPS (United Parcel Service) misalnya, meningkat pangsa pasarnya
mengalahkan para pesaingnya dan memperluas model bisnisnya dengan menggunakan
jaringan internet, informasi dan kemampuan berinteraksi dengan pelanggannya.
Jalur yang dipilh UPS adalah strategi teknologi menuju trategi pelayanan dan
akhirnya berhenti pada strategi pasar (meningkatkan pangsa pasar).
Dengan
model pemasaran yang dipilih itu saat ini UPS mampu mengirim 12,4 juta paket
keseluruh dunia per hari. UPS menguasai 55% pangsa psar bisnis pengiriman
secara on-line. Pesaing terdekatnya FedEx hanya kebagian bisnis 10% di
pasar ini. Bisnis UPS yang besar itu difasilitasi oleh 2.500 pusat distribusi
dan ditangani oleh lebih dari 330.000 karyawan dengan 500 pesawat terbang.
Pemanfaatan
teknologi wbsite yang cermat dan tepat juga telah memungkinkan UPS
melakukan penemuan-penemuan kembai bisnisnya (redefinisi bisnis) sebagai
perusahaan informasi antaran dan pemecah masalah bagi konsumennya. Pada tahun
2000 UPS memperkenalkan fasilitas interaktif yang memungkinkan pelanggan
melakukan order, pembayaran, dan menelusur perjalanan dokumen dan paket kargo
secara Ion-lineI. Pada tahun itu juga UPS membangun koneksi antaran dengan
lebih dari 100.000 website bisnis. Lebih dari separuh bisnis UPS
sekarang ini darang dari pelanggan yang terkoneksi secara elektronik. Investasi
yang dihabiskan untuk mendanai model pemasaran itu senilai US$1 miliar.
V.
MODEL PEMASARAN
Era
e-money, cyber cash atau digi cash, merupakan pemutaran ulang
masyarakat tanpa uang. Seperti diketahui dalam ilmu ekonomi pembangunan, Bruno
Hilderbrand, yang menganut mazhab historis membagi tahapan pembangunan suatu
bangsa dengan melihatnya dari cara masyarakat mendistribusikan hasil produksi.
Dengan metode ini, menurut Bruno Hilderbrand, tahapan pembangunan terdiri atas
ekonomi barter, ekonomi uang dan ekonomi kredit.
Dalam
ekonomi barter masyarakat mendistribusikan barang dengan cara menukarkan dengan
barang lain. Selanjutnya meningkat menjadi ekonomi uang, dimana masyarakat
menukar barang dengan uang. Bila membutuhkan barang lain mereka membelinya
dengan uang hasil penukaran sebelumnya. Berikutnya dalam ekonomi kredit
masyarakat mendistribusikan barang melalui kredit. Artinya meskipun uang tetap
dibutuhkan, pembayaran bisa ditunda. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya uang
benar-benar tidak dibutuhkan lagi fisiknya. Kartu kreditlah yang
menggantikannya. Lalu apalagi yang akan terjadi kelak internet sudah bikan
barang mewah lagi seperti saat ini? Mungkin kartu kredit tidak diperlukan lagi,
semua orang mampu memilikinya dan menggunakannya untuk transaksi, hanya dengan
mengetikan nomor rekening melalui komputer maka transaksi dapat dilakukan.
Telah
terjadi siklus balik, dalam cara berbisnis yaitu dari tanpa uang (barter)
menjadi tanpa uang kembali. Dan selanjutnya e-money akan segera
menyusul. Implikasinya:
1.
Mengurangi eksploitasi sumber daya alam. Paling tidak penggunaan kertas dan
logam untuk membuat uang menjadi berkurang
2.
Menghindari pemalsuan uang (meski timbul risiko baru yang belum terbayangkan)
3.
Mempercepat oenyatuan mata uang dunia.
4.
Jika implikasi ke tiga terjadi, dunia tidak tidak direpotkan lagi oleh liarnya
fluktuasi nilai tukar antar mata uang.
Meski
tanpa uang, kan berarti semua orang dapat memenuhi kebutuhannya secara gratis.
Semaua orang tetap harus bekerja mendapatkan uang. Hanya saja uang itu tidak
berwujud secara fisik, melainkan berwujud informasi elektronik. Misalnya
karyawan menerima gaji berwujud bukti transfer melalui SMS ke rekeningnya.
Kemudian si karyawan membeli kebutuhannya dengan kartu kredit atau e-money.
Salah
satu model transaksi yang saat ini banyak digunakan baik di negara maju atau
berkembang yaitu “Viritual Payment”
Pernahkah
kita merasa kesal dengan urusan pembayaran? Apalagi para petinggi bisnis yang
amat terbatas waktunya. Berapa lama waktu (proses) yang dibutuhkan misalnya
mentransfer dana? Berapa lama waktu yang habis hanya untuk antri di bank?
Berapa rupiah atau dolar AS harus dikeluarkan untuk fee penggunaan alat
pembayaran (misalnya, annual fee kartu kredit, fee transfer antar
bank antar negara)
Seakan
keadaan tadi disebabkan oleh cara (model) transaksi yang sudah kuno. Model
transaksi lewat perbankan, seperti transfer, cek dan wesel, merupakan warisan
abad ke-14. Sementra perkembangan model transaksi yag paling spektakuler saat
ini adalah pembayaran lewat internet (Viritual Payment). Pada saat ini
yang populer di AS yakni situs bernama “Pay Pal”. Dengan bantuan situs Pay Pal
orang bisa bertransaksi dengan sistem pembayaran online. Dengan cara
membuka account di Pay Pal, maka konsumen atau vendor atau produsen
sekalipun bisa saing melakukan pembayaran secara elektronik. Tanpa ada
penyerahan alat pembayaran secara fisik, seperti kartu kredit, cek, giro, bukti
transfer dan alat pembayaran secara fisik lain yang selama ini telah
memperlancar transaksi. Sehingga pembayaran dapat dilakukan hanya dengan
mengkredit account pembayar.